Pembuataan Wesbite di Banjarmasin

Telpon: 0877 5706 0486, Whatsapp : 0852 7361 5598

Kota Banjarmasin yaitu ibu kota propinsi Kalimantan Selatan, Indonesia. Banjarmasin yang dijuluki Kota Seribu Sungai ini mempunyai lokasi seluas 98, 46 km² yang wilayahnya adalah delta atau kepulauan yang terbagi dalam sekitaran 25 buah pulau kecil (delta) yang dipisahkan oleh sungai-sungai salah satunya pulau Tatas, pulau Kelayan, pulau Rantauan Keliling, pulau Insan dan sebagainya. 4 Berdasar pada data BPS Kota Banjarmasin th. 2016, Banjarmasin mempunyai masyarakat sejumlah 675. 440 jiwa dengan kepadatan 9. 381 jiwa per km². 5 Lokasi metropolitan Banjarmasin yakni Banjar Bakula mempunyai masyarakat sekitaran 1, 9 juta jiwa.

Banjar Masih tetap sebelumnya th. 1526 yaitu nama kampung yang terdapat dibagian utara muara sungai Kuin, yakni lokasi Kelurahan Kuin Utara serta Alalak Selatan sekarang ini. Kampung Banjar Masih tetap terjadi oleh lima aliran sungai kecil, yakni sungai Sipandai, sungai Sigaling, sungai Keramat, sungai Jagabaya serta sungai Pangeran yang semua berjumpa membuat satu danau. Kata banjar datang dari bhs Melayu yang bermakna kampung atau bermakna berderet-deret jadi letak perumahan kampung berderet selama tepian sungai.

Pada era ke-16 keluar Kerajaan Banjar Masih tetap dengan raja pertama Raden Samudera, seseorang pelarian yang terancam keselamatannya oleh pamannya Pangeran Tumenggung sebagai raja Kerajaan Negara Daha satu kerajaan Hindu di pedalaman (Hulu Sungai). Kebencian Pangeran Tumenggung berlangsung saat Maharaja Sukarama masih tetap hidup berwasiat supaya cucunya Raden Samudera yang nantinya menggantikannya jadi raja. Raden Samudera sendiri yaitu putra dari pasangan Puteri Galuh Intan Sari (anak wanita Maharaja Sukarama) serta Raden Bangawan (keponakan Maharaja Sukarama). Atas pertolongan Arya Taranggana, mangkubumi negara Daha, Raden Samudera melarikan diri ke arah hilir sungai Barito yang saat itu ada banyak kampung salah satunya kampung Banjar (dimaksud juga Banjar Masih tetap).

Sekitaran th. 1520, Patih Masih tetap (kepala Kampung Banjar) serta beberapa patih (kepala kampung) sekelilingnya setuju menjemput Raden Samudera yang bersembunyi di kampung Belandean serta sesudah berhasil merebut Bandar Muara Bahan di daerah Bakumpai, yakni bandar perdagangan negara Daha serta mengubahkan pusat perdagangan ke pelabuhan Bandar (dekat muara sungai Kelayan) bersama beberapa masyarakat serta pedagang, lalu menobatkan Raden Samudera jadi raja dengan titel Pangeran Samudera. Hal semacam ini mengakibatkan peperangan serta berlangsung penarikan garis demarkasi serta blokade ekonomi dari pantai pada pedalaman. Pangeran Samudera mencari pertolongan militer ke beragam lokasi pesisir Kalimantan, yakni Kintap, Satui, Swarangan, Asam Asam, Laut Pulo, Pamukan, Pasir, Kutai, Berau, Karasikan, Biaju, Sebangau, Mendawai, Sampit, Pembuang, Kota Waringin, Sukadana, Lawai serta Sambas. Hal semacam ini untuk hadapi Kerajaan Negara Daha yang dengan militer lebih kuat serta penduduknya saat itu lebih padat. Pertolongan yang lebih perlu yaitu pertolongan militer dari Kesultanan Demak yang cuma diberi bila raja serta masyarakat memeluk Islam. Kesultanan Demak serta majelis ulama Walisanga saat itu tengah menyiapkan aliansi strategis untuk hadapi kemampuan kolonial Portugis yang masuk kepulauan Nusantara serta telah kuasai Kesultanan Malaka.

Sultan Trenggono kirim seribu pasukan serta seseorang penghulu Islam, yakni Khatib Dayan yang juga akan mengislamkan raja Banjar Masih tetap serta rakyatnya. Pasukan Pangeran Samudera berhasil menembus pertahanan musuh. Mangkubumi Arya Taranggana merekomendasikan rajanya dari pada rakyat ke-2 belah pihak banyak sebagai korban, tambah baik kemenangan dipercepat dengan perang tanding pada ke-2 raja. Namun selanjutnya Pangeran Tumenggung pada akhirnya bersedia menyerahkan kekuasaan pada Pangeran Samudera.

Dengan kemenangan Pangeran Samudera serta diangkutnya rakyat negara Daha (orang Hulu Sungai) serta masyarakat Bandar Muara Bahan (orang Bakumpai) jadi nampaklah kota baru, yakni Banjar Masih tetap yang terlebih dulu cuma satu desa yang berpenduduk sedikit. Pada 24 September 1526 bertepatan tanggal 6 Zulhijjah 932 H, Pangeran Samudera memeluk Islam serta bergelar Sultan Suriansyah (1526-1550). Tempat tinggal Patih Masih tetap jadikan keraton, juga dibuat paseban, pagungan, sitilohor (sitihinggil), benteng, pasar serta masjid (Masjid Sultan Suriansyah). Muara sungai Kuin tertutupi cerucuk (trucuk) dari pohon ilayung membuat perlindungan keraton dari serangan musuh. Di dekat muara sungai Kuin ada tempat tinggal syahbandar, yakni Goja Babouw Ratna Diraja seseorang Gujarat. 6

Kerajaan Banjar Masih tetap berkembang cepat, Sultan Suriansyah digantikan anaknya Sultan Rahmatullah 1550-1570, setelah itu Sultan Hidayatullah 1570-1620 serta Sultan Musta’in Billah 1520-1620. Untuk menguatkan pertahanan pada musuh, Sultan Mustainbillah mengundang Sorang, yakni panglima perang suku Dayak Ngaju bersama sepuluh orang yang lain untuk tinggal di keraton. Seseorang masuk Islam serta menikah dengan adik sultan, peluang dia adik dari isteri Sultan, yakni Nyai Siti Diang Lawai yang datang dari kelompok suku Biaju (Dayak Ngaju). Th. 1596, Belanda merampas 2 jung lada dari Banjarmasin yang berdagang di Kesultanan Banten. Hal semacam ini dibalas saat ekspedisi Belanda yang di pimpin Koopman Gillis Michaelszoon tiba di Banjarmasin tanggal 7 Juli 1607.

Pada th. 1612, armada Belanda tiba di Banjar Masih tetap (Banjar Lama) untuk membalas atas ekspedisi th. 1607. Armada ini menyerang Banjar Masih tetap dari arah pulau Kembang serta menembaki keraton di sungai Kuin pusat pemerintahan Kesultanan Banjar hingga kota Banjar (saat ini Banjar Lama) atau kampung Keraton serta sekelilingnya hancur, hingga ibukota kerajaan dipindahkan dari Banjar Masih tetap ke Martapura. Meskipun ibukota kerajaan sudah dipindahkan namun kesibukan perdagangan di pelabuhan Banjarmasin (kota Tatas) tetaplah ramai. Menurut berita dinasti Ming th. 1618 mengatakan kalau ada beberapa tempat tinggal diatas air yang di kenal jadi tempat tinggal Lanting (tempat tinggal rakit) nyaris sama juga dengan apa yang disebutkan Valentijn. Di Banjarmasin (kota Tatas) banyak tempat tinggal serta beberapa besar memiliki dinding terbuat dari bambu (bhs Banjar : pelupuh) serta beberapa dari kayu. Rumah-rumah itu besar sekali, bisa berisi 100 orang, yang terdiri atas kamar-kamar. Tempat tinggal besar ini ditempati oleh satu keluarga serta berdiri diatas tiang yang tinggi. Menurut Willy, kota Tatas (saat ini Banjarmasin Tengah di sungai Martapura) terbagi dalam 300 buah tempat tinggal. Bentuk tempat tinggal nyaris berbarengan serta pada tempat tinggal satu dengan yang lain yang dikaitkan dengan titian. Alat angkutan paling utama pada saat itu yaitu jukung atau perahu.

Terkecuali beberapa tempat tinggal panjang di tepi sungai ada sekali lagi beberapa tempat tinggal rakit yang diikat dengan tali rotan pada pohon besar di selama pinggir sungai. Kota Tatas (saat ini Banjarmasin) adalah satu lokasi yang dikelilingi sungai Barito, sungai Kuin serta Sungai Martapura seakan-akan membuat satu pulau hingga diberi nama pulau Tatas. Di utara Pulau Tatas yaitu Banjar Lama (Kuin) sisa ibukota pertama Kesultanan Banjar, lokasi ini tetaplah jadi lokasi Kesultanan Banjar sampai dikombinasi kedalam Hindia Belanda th. 1860. Sedang pulau Tatas dengan Benteng Tatas (Fort Tatas) jadi pusat pemerintahan Hindia Belanda yang saat ini jadi pusat kota Banjarmasin sekarang ini. Nama Banjarmasih, oleh Belanda lama kelamaan dirubah jadi Banjarmasin, tetapi nama Banjarmasin umumnya mengaju pada kota Tatas di sungai Martapura, sedang nama Banjar Masih tetap merujuk pada Banjar Lama di sungai Kuin. Kota Banjarmasin moderen adalah aglomerasi pulau Tatas (kota Tatas), Kuin (Banjar Lama) serta daerah sekelilingnya.

Kesultanan Banjar dihapuskan Belanda pada tanggal 11 Juni 1860, adalah lokasi paling akhir di Kalimantan yang masuk kedalam Hindia Belanda, namun perlawanan rakyat di pedalaman Barito baru selesai dengan gugurnya Sultan Muhammad Seman pada 24 Januari 1905. Kedudukan kelompok bangsawan Banjar setelah th. 1864, beberapa besar pindah ke lokasi Barito ikuti Pangeran Antasari, beberapa lari ke rimba-rimba, diantaranya rimba Pulau Kadap Cinta Puri, beberapa kecil dengan anak serta isteri dibuang ke Betawi, Bogor, Cianjur serta Surabaya, beberapa mati atau dihukum gantung. Sesaat beberapa kecil tinggal serta bekerja dengan Belanda memperoleh ganti rugi tanah, namun jumlah ini sangat sedikit. 7